Di desa tua itu, kita dilahirkan
Dengan pengorbanan orang tua kita
Agar dapat melihat dunia yang tidak
mengharapkan kedatangan kita
Di desa tua itu, kita pertama kali
Mengenal apa itu cinta, benci, rindu, sayang, marah, iri, senang, duka, derita,
kematian, kehidupan, pengorbanan, kesetiaan, pengkhianatan, penderitaan, kejujuran, kebohongan, kebersamaan, pengharapan, penolakan, penerimaan,
kepalsuan, dan semua perasaan yang selalu bertumpuk menjadi Satu
Di desa tua itu, kita mendengar kicau burung yang terbang di langit,
Merasakan desir angin yang berlari di atas sawah hijau
Melihat kilau pucat purnama yang menggantikan semburat matahari senja
Mencium hujan yang mengisi kerongkongan tanah yang kering
Menyuarakan nyanyian alam yang menyejukkan hati
Di desa tua itu, kita bertemu untuk menjadi sahabat selamanya
Mematri ikatan dalam hati, berjanji agar tak terpisahkan oleh waktu
Bersama – sama selalu, saling menjaga dan memberi
Di desa tua itu, kita berpisah menggapai impian masing – masing
Dengan janji akan kembali 20 tahun lagi, menghidupkan desa ini
Dan menagih ikatan hati yang terpatri
Di desa tua itu, 20 tahun yang lalu kita saling berjanji
Tapi di mana kau saat ini, wahai sahabatku?
Saat desa tua itu dijamah, dijajah, dirusak, dibodohi, dihancurkan,
oleh
dan menyembah apa yang disebutnya uang
Di desa tua itu,
Gedung – gedung pencakar yang merusak biru langit sarang burung,
Mal – mal megah yang menghalangi sawah hijau merasakan angin,
Lampu – lampu pemboros energi yang mengalahkan kilau pucat purnama,
Pabrik – pabrik barang rongsokan yang mengisi udara dengan polusi,
Panggung – panggung konser yang mengotori suara hati
Di desa tua itu, aku sekarang berdiri
Menanti janjimu serta ikatan hati
Aku akan tetap di sini hingga kau datang
Di desa tua itu, tempatku menunggumu
Di kuburan sampah bekas rumah kita
Namun kau tak kunjung datang
Meskipun matahari merah silih berganti
Di desa tua itu, aku menunduk ragu
Membuang harapan kita memajukan desa
Membuang harapan kau akan datang
Membuang harapan untuk tetap hidup
Di desa tua itu, ketika aku akan pergi
Kau datang memelukku dengan segunung harapan
Menancapkan kembali impian yang lama hilang
Mematri kembali ikatan hati dan janji
Di desa tua itu, 20 tahun kemudian
Kita bersatu lagi, membangun desa tua
Menjadikannya sebuah
Tanpa gedung pencakar yang merusak langit
Tanpa mal megah yang menghalangi angin
Tanpa lampu boros yang mengalahkan purnama
Tanpa pabrik rongsokan yang membuat polusi
Tanpa panggung konser yang mengotori hati
Di desa tua itu, kita mendengar kicau burung yang terbang di langit,
Merasakan desir angin yang berlari di atas sawah hijau
Melihat kilau pucat purnama yang menggantikan semburat matahari senja
Mencium hujan yang mengisi kerongkongan tanah yang kering
Menyuarakan nyanyian alam yang menyejukkan hati
Di desa tua itu, kita bertemu untuk menjadi sahabat selamanya
Mematri ikatan dalam hati, berjanji agar tak terpisahkan oleh waktu
Bersama – sama selalu, saling menjaga dan memberi
No comments:
Post a Comment